Opini

Opini

Opini

Apr 26, 2024
Otomatis
Mode Gelap
Mode Terang

The Power Of Reading

Oleh : Eko Harianto*

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-‘Alaq: 1-5)

Salah satu hikmah di bulan Ramadhan adalah tadarus al-Qur’an. Selain itu, juga memaknai turunnya wahyu yang diturunkan Allah SWT pertama kali kepada Nabi Muhammad Saw. yaitu Surat Al-‘Alaq ayat 1-5. Dimana wahyu pertama tersebut menyimpan makna agar umat Islam mau berpikir dan belajar tentang apa yang tersurat maupun tersirat dalam al-Qur’an dan juga semesta alam ini. Namun, dalam masyarakat kita saat bulan Ramadhan seperti ini sering menjadi pertanyaan, “berapa kali khatam al-Qur’an?”. Bagi saya bukan berapa kali khatamnya, tetapi pelajaran apa yang sudah diambil setelah meninggalkan bulan Ramadhan dari kita ber-tadarus al-Qur’an.

Kita semua tentu sudah mengetahuinya, bahwa wahyu yang pertama diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad saw. dimulai dengan kalimat yang sangat agung. Kalimat yang mengandung kunci perbaikan bagi segenap manusia walaupun berbeda masa dan berlainan tempatnya. Kalimat tersebut adalah: “Iqra”, bacalah. Maka, barang siapa yang menghendaki kesuksesan, kesucian, dan perbaikan, maka tidak ada jalan lain kecuali dengan dua wahyu, yakni Al-Qur’an dan As-Sunnah, baik secara bacaan, hafalan maupun pembelajaran. Membaca akan menjadi kunci pengetahuan, kunci pembuka atas segala hal yang tersingkap di dunia. Meskipun membaca dapat diterjemahkan ke dalam berbagai macam aspek yang tertulis, namun yang terdapat di alam tentunya harus kita baca juga.

Kegiatan membaca bukanlah sesuatu yang baru dalam kehidupan kita. Dengan membaca membuat kehidupan manusia semakin berubah lebih cepat, tidak menentu dan hidup semakin kompetitif. Membaca adalah alternatif yang terbaik untuk mendapatkan informasi sebagai model belajar dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi. Selain itu, membaca juga merupakan model pembelajaran (learning model) yang paling efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran seseorang dari yang belum tahu menjadi tahu.

Pada dasarnya wasilah yang utama untuk memperbaiki jiwa, mensucikan hati dan menjaganya dari berbagai kemelut dan terapinya adalah ilmu. Sedangkan wasilah pertama untuk mendapatkan ilmu adalah dengan membaca dan tersedianya kitab-kitab atau buku-buku. Oleh karena itu, kita akan mendapatkan bahwa ketika Allah menghendaki hidayah bagi makhluk-Nya dan mengeluarkannya dari kegelapan menuju cahaya, maka Dia menurunkan kitab pada mereka untuk dibaca.

Selain itu, membaca sebagai pembuka ilmu pengetahuan, maka ilmu menjadi sangat penting untuk mencapai kesadaran puncak akan adanya Allah SWT. Ilmu adalah penyebab kebahagiaan umat yang dapat mengantarkannya pada zaman keemasan. Tiada kebangkitan tanpa adanya ilmu. Orang-orang kafir tidak menguasai dunia ini kecuali dengan ilmu, dan kita tidaklah terbelakang karena kebodohan. Maka ilmu dan kebodohan tidak akan pernah sejalan dan sejajar, sebagaimana firman Allah SWT: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dan orang-orang yang tidak mengetahui?” (QS. Az-Zumar: 9)

Bahasa dan Membaca sebagai Pondasi Kekuatan

Untuk dapat membaca dengan baik, pembaca harus memahami sintaks dan semantik bahasa dan harus memiliki pengetahuan tentang abjad dan memiliki kesadaran tentang aspek-aspek tertentu dari struktur linguistik bahasa. Oleh karena itu, hubungan antara perkembangan bahasa, pengetahuan linguistik dan membaca merupakan aspek yang sangat dibutuhkan. Kesadaran linguistik, yaitu kemampuan untuk menelaah bahasa, akan menjadi fokus utama. Kesadaran linguistik juga sangat berkaitan dengan perkembangan membaca dalam bahasa yang alfabetik, dan karenanya merupakan hal yang sangat penting dalam pengajaran membaca.

Perkembangan membaca juga sangat tinggi korelasinya dengan ejaan dan kemampuan untuk menyandikan kata-kata dalam bentuk ortografiknya yang benar. Oleh karena itu, meskipun membaca merupakan kajian utama, akan tetapi bahasan tentang ejaan dan tulisan tidak dapat diabaikan. Dengan cara yang berbeda, membaca mempengaruhi menulis dan menulis mempengaruhi membaca. Ini berarti bahwa latihan mengeja dan menulis bermanfaat untuk perkembangan membaca dan sebaliknya. Tidak ada satu pun program pelatihan membaca yang dapat memecahkan semua permasalahan yang dihadapi anak ketika belajar membaca dan menulis. Namun, program-program pelatihan membaca yang paling efektif mempunyai fitur-fitur tertentu yang sama. Pengajaran membaca yang formal perlu difokuskan pada perkembangan dua jenis penguasaan, yaitu pengenalan kata dan pemahaman.

Karena, membaca merupakan salah satu bentuk penyerapan ilmu pengetahuan. Coba saja bila kita membiasakan diri untuk membaca minimal 1 buku (100 halaman) satu hari, atau selama satu minggu. Maka seakan-akan kita merasakan mengenal banyak hal tentang isi dunia ini. Chan Sirdi pernah mengenalkan konsep tentang rapid reading, yaitu kemampuan memahami suatu tulisan hanya dengan membaca secara garis besar saja.

Rasulullah saw. bersabda: “Seandainya manusia menyadari kemuliaan mencari ilmu, maka mereka akan mencarinya walau harus menumpahkan darah atau mengarungi dalamnya lautan.” (HR. Imam Ali Zainal Abidin)

Ada benarnya juga apa yang diuccapkan ilmuwan fisika Albert Einstein: “Ilmu tanpa iman akan buta, dan iman tanpa ilmu akan lumpuh”. Hal ini juga senada dengan hadis Rasulullah Muhammad saw.: “Orang yang beramal tanpa pengetahuan laksana orang yang berjalan bukan pada jalannya, maka kecepatan perjalanannya tidak berarti apa-apa, bahkan akan menambah jauhnya dari tujuan.” (HR. Imam Ja’far Shadiq-Tuhaf Al-‘Uqul)

Ada sebuah cerita, tentang orang tua yang memberikan harta kepada anaknya sebagai modal untuk berdagang. Ia ingin mempersiapkan sang anak untuk masa depannya. Ketika anak tersebut keluar untuk berdagang, di tengah perjalanan ia melihat seekor musang yang sudah tidak dapat berjalan dan tidak dapat mencari makanan. Maka ia pun terperanjat dan merenung sejenak, “Dari mana musang ini akan mendapatkan makanan?” Tiba-tiba datanglah seekor harimau yang membawa hewan buruannya, lalu dimakannya sampai kenyang, dan sisanya dilemparkan ke arah musang, dan musang itupun memakannya.

Sekali lagi orang tadi berpikir, “Mengapa aku harus bersusah payah? Bukankah Allah sudah menanggung rejeki setiap orang?” Maka ketika dia pulang, tidak membawa apa yang diinginkan ayahnya, dan menceritakan apa yang telah disaksikannya, sang ayah pun berkata, “Aku ingin agar kamu menjadi harimau yang dapat memberi makan musang dari jerih payahnya, bukan malah menjadi musang yang memakan dari sisa-sisa harimau”.

Demikianlah kedahsyatan dari membaca yang akan membuka ilmu dan cakrawala berpikir manusia secara maju. Perlu diingat, sepanjang sejarah Islam telah mewarisi pemikir-pemikir besar yang berilmu tinggi, serius, ikhlas, dan memberi kontribusi besar dalam perkembangan khazanah pemikiran dan keilmuan Islam, dan disebut sebagai tokoh pembaharu. Sebut saja misalkan, Umar ibn Abdul Aziz, Imam Syafi’i, Imam al-Ghazali, Ibn Taimiyah, dan masih banyak lagi. Tokoh-tokoh seperti merela menjadi seorang ilmuwan bukan dalam sekejap mata dan tiba-tiba. Akan tetapi melalu proses membaca dan penguasaan terhadap bahasa serta apa yang tersirat dan tersurat dalam Al-Qur’an, As-Sunnah, Kitab-kitab hasil pemikiran, dan alam sekitar. Intinya setiap manusia akan menjadi  “pembaharu”, dan hal demikian merupakan etos longlife education.


*Penulis adalah Mahasiswa S3 PPI UMY

Comment

Your email address will not be published

There are no comments here yet
Be the first to comment here