Kampus

Kampus

MediaMU.COM

Apr 26, 2024
Otomatis
Mode Gelap
Mode Terang
Breaking
Lebih dari 30 Negara Siap meriahkan Festival Budaya Internasional UMY Syawalan Jadi Momentum UMY Silaturahmi dengan Guru BK SMA/MA/SMK Se-DIY Pertama Kali! UAD akan Adakan Shalat Idulfitri di Lapangan Bola UMY Berikan 1700 Bingkisan Idulfitri kepada Guru TK ABA dan Muhammadiyah Tim Dosen UAD Dampingi Usaha Pasir Kucing BUMKal Hargomulyo Gunung Kidul Dosen Vokasi UMY Tingkatkan Pengelolaan Keuangan PMI di Taiwan Bertambah Tiga, Guru Besar UMY Kini Jadi yang Terbanyak di Antara PTS se-DIY Lima Mahasiswa UMY Lolos Seleksi Indonesian International Student Mobility Awards 2024 Dalam Industrial Gathering Forum, Lulusan UMY Dinilai Memuaskan Oleh Mitra Kerja UMY Buka Peluang Kerja Sama Baru Dalam Kunjungannya ke Brunei Darussalam UKM Tapak Suci UMY Rebut 6 Emas & Gelar Pesilat Terbaik Ramadhan Hadir Lagi, Mahasiswa Penuhi Kajian Masjid KH Ahmad Dahlan UMY UMY Bagikan 5000 Takjil kepada Mahasiswa Secara Drive Thru Selama Ramadhan Kompetisi Robotik Jadi Ajang Teknik Elektro UMY Wujudkan Indonesia Emas Respons Perubahan Iklim dan Hubungannya dengan Sektor Konstruksi, Wasekjen PII Beri Pesan 38 Insinyur Baru UMY Untuk Jaga Lingkungan UAD Kembali Pelopori Pemberian Jabatan Fungsional Tenaga Kependidikan Jadi Tujuan Wisata, UMY Ajak Siswa SMA Nikmati Suasana Berkuliah di UMY 1.253 Mahasiswa UMY Diwisuda, LLDIKTI : Sukses Tak Hanya Soal Ijazah Tapi Juga Kecerdasan Mental Dengan Program ‘Polisi’ Tim KKN UAD Tingkatkan Minat Literasi Anak-anak Berdayakan Warga, Tim KKN UAD Sosialisasi Pemanfaatan Limbah Kulit Singkong Jadi Keripik

Belajar Islam Harus Menyeluruh

BANTUL — Islam di Indonesia memiliki dua organisasi besar yaitu Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Namun fenomena di Indonesia ketika ada dua organisasi, satu sama lain menganggap bahwa mereka adalah yang terbaik. Namun bagi sebuah institusi pendidikan, haruslah disikapi dengan bijaksana apalagi oleh seorang peneliti, karena Islam harus dipelajari secara menyeluruh.

Menurut Prof. Nelly van Dorn Harder dari Wake Forest University Amerika Serikat, yang mengaku sudah beberapa kali datang ke Indonesia untuk meneliti tentang Islam. Dia mengungkapkan bahwa seorang peneliti atau orang berpendidikan harus memiliki pandangan luas bukan terbatasi oleh salah satu ilmu saja. Hal itu ia sampaikan dalam seminar internasional program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dengan tema ‘Social Science, Religion, and Humanities’ di Ruang Amphiteathre Lantai 4 Gedung Pascasarjana JK School of Government Kampus Terpadu UMY, Jumat (5/7).

“Ketika Anda belajar di lingkungan Muhammadiyah, jangan ragu untuk mempelajari apa yang ada di Nahdlatul Ulama. Apalagi masih satu agama, karena bagi seorang researcher haruslah memiliki kacamata yang gunanya untuk memiliki pandangan luas bukan untuk membedakan tapi menangkap pelajaran yang baik dari kedua organisasi tersebut,” ungkap van Dorn Harder.

Pembahasan tentang agama terutama Islam semakin hangat ketika Assoc Prof. Bilveer Singh, Ph.D. yakni dosen National University of Singapura memaparkan pandangannya tentang Religion and Radicalism. Dia menyebut radikalisme terjadi karena ada sekelompok orang yang haus akan kekuasaan.

”Untuk apapun alasannya radikalisme, ekstrimisme tidak diperbolehkan dimanapun berada. Sejauh ini, radikalisme selalu identik ditujukan kepada agama tertentu, meski sebenarnya tidak. Saya sudah melakukan penelitian dengan berinteraksi langsung dengan beberapa narapidana terorisme untuk mengumpulkan data, bagi saya Pancasila merupakan ideologi yang sangat kuat dan pas di Indonesia. Itulah yang harus terus dipelajari agar nilai radikalisme atau semacamnya bisa hilang,” paparnya.

Bilveer Singh menambahkan selama ini jika ada tindakan penyerangan baik itu dengan senjata atau membunuh seseorang oleh sekelompok orang, jika dia tidak menggunakan atribut agama akan dicap di media sebagai orang gila. “Faktanya selama ini ketika seorang melakukan penyerangan tidak mengenakan atribut agama apapun akan disebut pemberontak biasa atau orang gila, namun berbeda ketika orang itu menggunakan atribut salah satu agama pasti akan langsung dicap terorisme.” imbuh Bilveer. Kemudian Bilveer memberikan sebuah analogi menarik pada penutupan presentasinya. “Contohnya seperti ini, ketika Anda memiliki sistem imun atau antibody yang kuat, tentu saja penyakit akan sukar datang ke tubuh kita. Jadi, bayangkan radikalisme sebuah penyakit, obat atau antibody untuk menyerangnya adalah agama dan ideologi yang kuat seperti di Indonesia (Pancasila),” tutupnya. (Hbb)


Biro Humas dan Protokol
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Ringroad Selatan Tamantirto Kasihan Bantul Yogyakarta 55183 Telp. 0274 387656 ext 115 | Fax. 0274 387646 | Web. www.umy.ac.id

Comment

Your email address will not be published

There are no comments here yet
Be the first to comment here