Opini

Opini

Opini

Apr 19, 2024
Otomatis
Mode Gelap
Mode Terang

Mengenang Buya Yunahar Ilyas

Oleh: Cahyadi Takariawan

Belajar ilmu agama dari Buya Yunahar Ilyas, sangatlah menyenangkan. Tahun 1988, titik awal pertemuan saya dengan Buya Yunahar Ilyas di Gelanggang Mahasiswa UGM Yogyakarta.

Beliau mengisi acara Pengkajian Akidah Islam (PAI) di Gelanggang Mahasiswa UGM. Dan, saya peserta sekaligus panitia.

Dari forum itu, kami minta ada kajian yang lebih mendalam dan serius. Maka, beliau memfasilitasi panitia PAI untuk memperdalam ilmu agama melalui kajian kitab.

Saya ikut forum itu, diawali dari rumah kontrakan beliau di Karangkajen, Yogyakarta. Sepekan sekali kami mengaji kitab di rumah beliau. Saya waktu itu masih kuliah di UGM Yogyakarta dan masih lajang.

Dari forum inilah kedekatan saya dengan Buya Yunahar Ilyas terbentuk. Dan forum ini berjalan cukup lama, sekitar 4 tahun.

Saya sangat senang dengan model pemahaman Islam yang beliau ajarkan. Makanya saya mengidolakan Buya Yunahar Ilyas dan saya ikuti semangat dakwahnya.

Tentu, saya tidak bisa menyamai ilmunya. Namun saya tak mau kalah dalam semangat dakwahnya.

Kami sering ketemu di bandara, tanpa sengaja. Beliau berangkat agenda dakwah ke satu kota, dan saya ke kota lainnya. Ketemunya di bandara.

Jika cukup lama tak bertemu, beliau akan mengontak kami, minta ketemuan. “Kangen kalian”, kata beliau. Lalu kami pun bertemu. Kadang di rumah beliau di Jl. Kaliurang, kadang di RM Padang. “Ajak teman-teman,” pesan beliau.

Yang beliau maksud “teman-teman” adalah para peserta kajian kitab di rumah kontrakan beliau tahun 1988 itu.

Beliau tak pernah menghapus kenangan tentang kami, walau beliau telah menjadi tokoh penting tingkat Indonesia, bahkan dunia.

Setiap kali ketemu kami, bak bendungan jebol, semua cerita Buya Yunahar Ilyas mengalir ke kami. Tentang apa saja.

Beliau sangat lancar bercerita, dengan leluasa. Dan kami melihat, beliau sangat bahagia.

Ada saat beliau kepingin menjadi “manusia biasa”, yang bebas berekspresi tanpa beban citra diri. “Di semua tempat, kita diperlakukan istimewa. Terutama oleh para panitia acara,” ujar beliau.

“Bersama kalian, saya bebas merdeka,” lanjut beliau dengan tertawa.

Inilah yang membuat kami selalu kangen dan selalu dekat dengan Buya Yunahar Ilyas.

Ada resep bahagia dari Buya Yunahar Ilyas: “Bahagiakan orang lain, kamu akan bahagia”. Dan, pesan ini yang selalu saya coba laksanakan.

Doa kami mengiringi kepergianmu, Buya Yunahar Ilyas.

Ya Allah, ampunilah dan rahmatilah Buya Yunahar Ilyas. Bebaskanlah dan maafkanlah dia. Luaskanlah kuburnya dan mandikanlah ia dengan air, salju dan embun. Sucikan ia dari seluruh kesalahan seperti dibersihkannya kain putih dari kotoran. Berikan ia rumah yang lebih baik dari rumahnya (di dunia), keluarga yang lebih baik dari keluarganya, pasangan yang lebih baik dari pasangannya. Masukkanlah ia ke dalam surga dan lindungilah ia dari siksa kubur dan azab neraka.

Aamiin yaa rabbal alamiin.

Comment

Your email address will not be published

There are no comments here yet
Be the first to comment here