Opini

Opini

Opini

Mar 29, 2024
Otomatis
Mode Gelap
Mode Terang

Sabahat yang Menghibur

Oleh: Abdul Muin Malilang

Subuh 3 Januari 2020, saya dikejutkan oleh berita medsos bahwa sahabatku telah pamit.

Berita yang tidak kuinginkan, tapi itulah ketetapan-Nya. Dan, kepergianmu menjadi goresan kepedihan hatiku yang terdalam di awal tahun 2020.

Betapa tidak? Sejak pertemuan sekaligus persahabatan kita di tahun 1984 — ketika kamu pertama kali ditugaskan mengajar di Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta — kita sudah melakukan diskusi-diskusi kecil, baik di ruang guru saat istirahat, di ruang makan ketika musyrif mengajak kau ikut menikmati hidangan ala pondok yang gizi dan proteinnya jauh dari standar minimal.

Begitu juga diskusi kecil kita lakukan di kala kamu transit di kamar tidur saya, sekadar menunggu giliran jam mengajar. Bahkan, kamar saya juga menjadi kamarmu, karena kamu tidak ragu masuk dan tidur-tiduran sekadar istirahat walau tanpa saya sekalipun. Maklum, saat itu predikat kita sama-sama bujang.

Seiring perjalanan waktu dan kesibukan kita yabg berbeda, intensitas pertemuan kita agak berkurang. Namun, di hampir setiap kegiatan Muhammadiyah — khususnya di Yogyakarta — dapat dipastikan kita selalu berjumpa.

Bahkan, kamulah orang kedua setelah guru saya Suprapto Ibnu Juraimi, yang saya beri kabar bahwa saya akan melamar.

Seingat saya, peristiwa itu berlangsung di kantor PP Muhammadiyah Jl KHA Dahlan 103 Yogyakarta.

Dari wajahmu terlihat raut ceria ikut bergembira mendengar kalimat bahwa saya mau melamar. Dengan spontan kamu berkata, “Muin saya tidak ikut melamar, tapi saya akan mendampingi Muin waktu pernikahan.”

Dan ucapan itu kamu tepati, dengan hadir mendampingi saya waktu pernikahan.

Uniknya, sebelum akad nikah berlangsung, masih ada kalimat yang kamu bisikkan: “Jangan grogi, murid kita dari Mu’allimin banyak yang hadir.”

Ketika kamu sudah menjadi anggota PP Muhammadiyah, hubungan kita tetap terjalin dengan baik. Bahkan, sesekali kamu memberi info penting melalui WhatsApp (WA) atau telpon secara langsung tentang berita terkini, baik menyangkut negara dan lebih-lebih lagi perkembangan Muhammadiyah.

Kamu adalah orang yang berpenampilan begitu sederhana, tetapi ilmumu tidak sesederhana penampilanmu. Dan, kamu tergolong “mutabahhir”, ilmu yang luas dan dalam.

Keindahan akhlakmu mempesona, jauh di atas teori akhlak yang kamu tuangkan dalam buku karyamu: “KULIAH AKHLAK”.

Aqidahmu bagai karang di tengah samudera, melampaui teori aqidah yang kamu goreskan dalam buku yang kamu susun: “KULIAH AQIDAH”.

Kamu bagi saya bukan sekadar sahabat, tapi guru sekaligus. Tanganmu begitu ringan membantu orang lain. Janjimu selalu kau tepati.

Selama saya bermukim di Moga, Pemalang, Jawa Tengah, sudah enam kali kamu memenuhi undangan kami. Dan jawaban ketika saya telpon meminta mengisi di Pemalang, kamu selalu menyisipkan kalimat: “Muin, acara saya padat, tapi untuk Moga Pemalang tidak apalah, hitung-hitung silaturrahim ke Muin.”

Kini, jasadmu telah terbujur di Pemakaman Karangkajen, Yogyakarta. Tetapi ilmumu tidak terbujur. Ilmumu telah tertabur kepada murid-muridmu dan anggota Muhammadiyah serta umat Islam pada umumnya.

Kamu tidak sendirian. Saya yakin, kini kamu sedang bercengkerama dengan jama’ah muttaqin di ruang kenikmatan.

Mohon maaf Pak Yunahar, dalam goresan ini saya tidak menyebut segala gelar yang ada dan melekat pada dirimu. Karena saya begitu merasa bersahabat dengan saudaraku YUNAHAR ILYAS bukan dengan gelar-gelar itu.

Selamat jalan saudaraku
Selamat jalan guruku
Selamat jalan Uluma
Selamat jalan tokoh Muhammadiyah
Selamat jalan tokoh umat

Kami hanya ingin melanjutkan perjuanganmu menurut kemampuan kami yang sangat terbatas.

Nikmatilah tempat yang nyaman di sisi-Nya. Karena saya yakin, YUNAHAR ILYAS husnul khatimah.

Comment

Your email address will not be published

There are no comments here yet
Be the first to comment here