Opini

Opini

Opini

Mar 29, 2024
Otomatis
Mode Gelap
Mode Terang

Perang Lawan Corona Telah Usai? Jokowi Ajak Berdamai

Oleh: Arif Nur Kholis*

SUDAH viral berita tentang ajakan Presiden Jokowi agar kita mulai berdamai dengan virus corona. Tidak perlu saya copykan linknya, silakan googling sendiri, bahkan sudah ada berita yang katanya meluruskan arti ajakan damai dari istana. Walaupun isinya malah menguatkan, tidak berbeda sama sekali dengan berita ajakan damai. Mungkin kesalahan editor saja memilih kata “meluruskan” yang seharusnya “menguatkan”.

Tepatkah ajakan verdamai itu saat ini ?

Reaksi publik terhadap ajakan berdamai itu beragam, tapi menurut saya ini adalah ajakan yang terlambat. Kenapa tidak berdamai sejak pertama kali virus corona ini masuk ke Indonesia ? Mungkin biaya yg dikeluarkan lebih jelas dan terukur. Tidak perlu kita setting dramatis berita ditemukannya kejadian demi kejadian pasien yg dinyatakan positif. Kalau perlu malah kita rayakan saja, pasang banner besar di bandara – bandara bertuliskan “Selamat Datang Virus Corona,  Kami Sambut dengan Damai”.

Sehingga semua jadi jelas. Menkes tidak perlu berkali-kali salah ngomong bahwa yg terinfeksi akan sembuh sendiri, para menteri hingga wapres tidak dianggap salah ngomong, bahwa kekebalan tubuh kita karena mengkonsumsi nasi kucing hingga susu kuda liar. Toh anekdot-anekdot itu muncul sebagai upaya perdamaian dengan virus corona.

Kalau memang sejak awal kita berdamai lantas apa perlu gugus tugas penanganan corona ? Jelas tetap perlu. Karena event penyambutan virus ini memang butuh panitia, semacam panitia Sea Games yang sukses dibawah Erik Tohir. Pariwisata tidak perlu berhenti, buat saja event-event penyambutan datangnya virus Corona di Indonesia.

Lantas berita jumlah orang terinfeksi dan yang meninggal bagaimana ?

Dalam semangat perdamaian tentu tidak perlu dipandang sebagai berita besar. Toh katanya jumlah korban TBC, ataupun kecelakaan lalu lintas juga besar. Juru bicara pemerintah tidak perlu mengumumkan berita duka setiap sore di televisi, cukup menjadi berita level masjid di kampung saja. Toh semua dalam rangka perdamaian.

Tentu kita menjadi tidak tega ketika Kepala Gugus Tugas sampai berganti baju dari baju sipil ke baju militer, lengkap dengan bintang tiga penanda pangkat letnan jendral yang ada di pundaknya. Kenapa perang – perangan selama ini harus dilakukan kalau ujung-ujungnya damai ?

Warga di kampung-kampung bahkan sudah menutup portal menolak pemudik dan pendatang, tenaga kesehatan harus berjibaku mempertaruhkan nyawa dan keluarga untuk menolong mereka yang terinfeksi. Relawan pemakaman setiap hari berpeluh dan berdoa semoga ini jenazah terakhirnya. Sekarang tiba-tiba diajak berdamai.

Walaupun bagi saya, narasi “lawan korona” atau “berdamai dengan korona” adalah narasi yang sama-sama salah logika. Virus tidak perlu diperangi ataupun diajak berdamai. Karena virus itu mahluk Tuhan yang sejatinya baik-baik saja.

Menjadi bencana ketika manusia dan para pemimpin manusia mengabaikan sifat-sifatnya secara ilmiah. Bahkan cenderung mengabaikannya. Virus menyebar juga bukan atas kemauan virus, tapi atas kecerobohan manusia dan para pemimpin manusia. Penyebaran dan penularan tidak terkendali, fasilitas kesehatan untuk menyembuhkan tidak mencukupi, dan sistem deteksi tidak berfungsi lagi.

Banyak manusia yang ceroboh dengan keyakinannya bahwa dirinya akan ditolong Tuhan walaupun melawan garis-garis takdir Tuhan, banyak pemimpin manusia gagal memenuhi hajat hidup mereka yang tidak punya pilihan kecuali mencari makan berdekatan dg risiko penularan.

Tapi nggak apa-apa, ini bulan Ramadhan, bulan penuh ampunan, bulan yang menjauhkan kita dari umpatan dan “pisuhan”. Bulan penuh perdamaian ….minimal berdamai dengan kenyataan bahwa sekarang kita diajak berdamai setelah seolah-olah kita diajak berperang.

Jaga puasa kita 🙂


*Sekretaris MCCC PP Muhammadiyah
Tulisan ini sudah menyebar di media sosial, dimuat di mediamu atas ijin penulis.

Comment

Your email address will not be published

There are no comments here yet
Be the first to comment here