
Beberapa saat lalu (17 Agustus 2021) untuk kali ke-76, Indonesia merayakan ulang tahun kemerdekaan sebagai buah perjuangan leluhur dan founding fathers bangsa. Di sekitar momen ini, cerita sejarah mengenai dinamika terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) selalu menjadi topik hangat dan sebagai refleksi bagi generasi yang hidup hari ini.
Di antara sekian tokoh yang berkontribusi besar dalam perjuangan kemerdekaan adalah Ki Bagus Hadikusumo, tokoh vokal dalam menentukan arah gerak NKRI. Dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) selain Mr. Soepomo, Muh. Yamin, dan Ir. Soekarno, Ki Bagus yang merupakan salah satu wakil umat Islam juga turut memberi sumbangan ide awal terkait konsep kenegaraan.
Seluruh informasi yang tersaji di sini merupakan rangkuman penuturan Muhammad Afnan Hadikusumo, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), yang dibagikan kepada mediamu.com. Ia merupakan cucu Ki Bagus dan saat ini aktif sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Tapak Suci Putera Muhammadiyah.
Dalam sidang BPUPKI, Ki Bagus telah menyuguhkan konsep Islam sebagai dasar negara dalam sebuah pidato. Sayangnya, pidato ini jarang sekali disebut-sebut. Awalnya penuturan tokoh Muhammadiyah ini rupanya tidak dimunculkan dalam naskah risalah sidang dan baru setelah reformasi tahun 1999, dokumen tersebut dibuka kembali serta menjadi salah satu referensi yang digunakan Sekretariat Negara.
Di antara isinya antara lain:
Pertama, nilai-nilai Islam telah memberikan kontribusi besar sehingga relevan untuk menjadi falsafah hidup negara. Ini dapat ditilik dari perjuangan Pangeran Diponegoro, Cut Nyak Dien, Imam Bonjol, dan sebagainya yang memiliki semangat juang bernapaskan spirit Islam.
Kedua, Ki Bagus menyampaikan bahwa untuk membentuk masyarakat islami, negara perlu memulai dari keluarga sebagai unit terkecil. Dilanjutkan ke struktur masyarakat di atasnya, yakni RT, RW, kelurahan, kecamatan, kota/kabupaten, dan seterusnya. Menurut Ki Bagus, kalau ada masyarakat yang kapiran (serba kekurangan), maka itu tugas struktur terkecil dulu, dari RT. “Kalau nggak kuat, berarti RW. Kalau nggak kuat selanjutnya kelurahan, kecamatan, setelah itu kota atau kabupaten,” terang Afnan.
Ketiga, dalam pidato itu, Ki Bagus juga menyebutkan tentang akhlak pemimpin. Seorang pemimpin harus dapat dipercaya dan peduli terhadap lingkungannya. “Cara mencari pemimpin yang seperti itu adalah dengan melihat dapurnya,” kata Afnan memfrase kata-kata Ki Bagus. Kalau dapurnya berisi makanan enak-enak sedangkan masyarakat sekitarnya kekurangan, maka pemilik dapur itu tidak layak menjadi pemimpin.