
PERTANYAAN:
Assalamu‘alaikum wr.wb.
Dalam masyarakat kita ada budaya memberi sumbangan apabila kenalan atau tetangga mempunyai hajat mengkhitankan anak, kelahiran anak, dan walimatul ursy. Hal ini merupakan bagian dari bentuk gotong royong. Ta‘awun semacam ini akan menjadi dilema bagi orang yang mempunyai utang dengan penghasilan di bawah upah minimum regional. Kalau memberi sumbangan tidak akan dapat membayar cicilan dan akan menambah utang, kalau membayar cicilan tidak akan bisa memberi sumbangan. Sementara jika tidak menyumbang akan muncul pendapat bahwa yang bersangkutan tidak mau bermasyarakat.
Dalam Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM) cetakan keempat Juli 2013 bagian ketiga, sub bagian c halaman 69 tentang kehidupan bermasyarakat tidak diberi panduan secara rinci mengenai berutang. Untuk itu, mohon penjelasan dan terima kasih.
Nashrun minallah wa fathun qarib.
Wassalamu‘alaikum wr.wb.
Pertanyaan Dari:
Sujoko, NBM. 613.966 Anggota Muhammadiyah Cabang Ampel-Boyolali-Jawa Tengah
(disidangkan pada Jum’at, 17 Rajab 1438 H / 14 April 2017)
JAWABAN:
Wa‘alaikumussalam wr.wb.
Bapak Sujoko yang semoga dirahmati Allah, dalam buku Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM) sebagaimana yang bapak sebutkan, memang disebutkan tentang Pedoman Hidup Islami dalam kehidupan bermasyarakat, yang antara lain memberi tuntunan tentang; 1) menjalin persaudaraan dan kebaikan dengan sesama seperti dengan tetangga maupun anggota masyarakat, 2) menunjukkan keteladanan dalam bersikap kepada tetangga, memuliakan mereka, bermurah hati, menjenguk ketika sakit, mengasihi mereka sebagaimana mengasihi keluarga dan diri sendiri, menyatakan kegembiraannya di saat tetangga memperoleh kesuksesan dan menghibur ketika menghadapi musibah, 3) bersikap baik dan adil kepada tetangga yang berlainan agama, 4) menunjukkan sika-sikap sosial yang didasarkan atas prinsip menjunjung tinggi nilai kehormatan manusia, 5) melaksanakan gerakan jamaah dan dakwah jamaah sebagai wujud dari melaksanakan dakwah Islam di tengah-tengah masyarakat, dan seterusnya.
Dalam lima poin PHIWM dalam kehidupan bermasyarakat di atas memang tidak diuraikan secara rinci agar tidak mengekang kehidupan masyarakat itu sendiri. PHIWM hanya menjelaskah prinsip-prinsip, pedoman-pedoman, dan nilai-nilai dasar yang bersifat substansial dan ideologis untuk dijadikan pijakan dalam kehidupan bermasyarakat khususnya bagi warga Muhammadiyah. Sementara hal-hal yang bersifat teknis dapat diuraikan dan dijabarkan oleh warga persyarikatan dengan mengacu kepada prinsip dan nilai-nilai dasar yang ada dalam pedoman tersebut secara khusus dan ajaran Islam secara umum.