Opini

Opini

Opini

Apr 20, 2024
Otomatis
Mode Gelap
Mode Terang

Peran Penting Orangtua dalam Pendidikan Anak

Oleh: Eko Harianto*

Anak adalah individu yang unik, anak merupakan aset yang menentukan kelangsungan hidup, kualitas dan kejayaan suatu bangsa di masa mendatang. Banyak juga yang mengatkan bahwa anak adalah miniatur dari orang dewasa. Padahal mereka betul-betul unik. Mereka belum banyak memiliki sejarah masa lalu. Pengalaman mereka sangat terbatas. Oleh karena itu anak perlu dikondisikan agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan dididik sebaik mungkin agar di masa depan dapat menjadi generasi penerus yang berkarakter serta berkepribadian baik.

Keluarga adalah lingkungan yang pertama dan utama dikenal oleh anak. Karenanya keluarga sering dikatakan sebagai primary group. Alasannya, institusi terkecil dalam masyarakat ini telah mempengaruhi perkembangan individu anggota-anggotanya, termasuk sang anak. Kelompok inilah yang melahirkan individu dengan berbagai bentuk kepribadiannya di masyarakat. Oleh karena itu, tidak dapat dipungkiri bahwa sebenarnya keluarga mempunyai fungsi yang tidak hanya terbatas sebagai penerus keturunan saja. Mengingat banyak hal-hal mengenai kepribadian seseorang yang dapat dirunut dari keluarga.

Karakter keluarga adalah garis-garis kepribadian, jati diri, dan juga kehormatan seperti apa yang kita pilih. Bagi orang-orang beriman, pada mulanya adalah kefahaman, niat, kehendak luhur. Lalu sesudah itu adalah perilaku-perilaku kebajikan. Semestinya keluarga adalah persemaian bagi tumbuhnya sebuah karakter, lahan bagi terbangunnya identitas diri, dan rumah dimana kita mendapatkan spirit untuk berarti. Kebanggaan atas nama keluarga ada kebolehannya dalam batas tertentu yang menyemangati, bukan kebanggaan keluarga yang feodal, fanatis, dan arogan.

Masalah yang selalu dikeluhkan orang tua tentang anak mereka seakan-akan tidak pernah berakhir. Taraf pertumbuhan dan perkembangan telah menjadikan perubahan pada diri anak. Perubahan perilaku tidak akan menjadi masalah bagi orang tua apabila anak tidak menunjukkan tanda penyimpangan. Akan tetapi, apabila anak telah menunjukkan tanda yang mengarah ke hal negatif akan membuat cemas bagi sebagian orang tua.

Membangun karakter berarti mendidik. Untuk berpikir tentang pendidikan dapat kita mudahkan dengan membuat analogi sebagaimana seorang petani yang hendak bertanam di ladang. Anak yang akan dididik dapat diibaratkan sebagai tanah, isi pendidiklah sebagai bibit atau benih yang hendak ditaburkan, sedangkan pendidik diibaratkan sebagai petani. Untuk mendapatkan tanaman yang bagus, seorang petani harus jeli menentukan jenis dan kondisi lahan, kemudian menentukan jenis bibit yang tepat, serta cara yang tepat, setelah mempertimbangkan saat yang tepat pula untuk menaburkan bibit. Setelah selesai menabur, petani tidak boleh diam, tetapi harus memelihara, danmerawatnya jangan sampai kena hama pengganggu.

Di sinilah peran orang tua yang memiliki pengalaman hidup lebih banyak sangat dibutuhkan membimbing dan mendidik anaknya. Apabila dikaitkan dengan hak-hak anak, menurut Sri Sugiharti, tugas dan tanggung jawab orang tua antara lain:

  1. Sejak dilahirkan mengasuh dengan kasih sayang.
  2. Memelihara kesehatan anak.
  3. Memberi alat-alat permainan dan kesempatan bermain.
  4. Menyekolahkan anak sesuia dengan keinginan anak.
  5. Memberikan pendidikan dalam keluarga, sopan santun, sosial, mental dan juga pendidikan keagamaan serta melindungi tindak kekerasan dari luar.
  6. Memberikan kesempatan anak untuk mengembangkan dan berpendapat sesuai dengan usia anak.

Sementara itu Khoirudin Bashori, seorang pakar psikologi pendidikan berpendapat bahwa pendidikan karakter dapat dibangun dalam lima tahap yaitu:

  1. Seorang anak lebih cepat belajar jika melihat contoh yang jelas dan secara langsung dapat dirasakan olehnya. Apapun yang dilakukan oleh orang tua dan diketahui oleh anak akan ditiru karena dianggap sebagai sesuatu yang benar dan boleh.
  2. Setelah keteladanan, maka yang juga perlu untuk dilakukan adalah pembiasaan atas sikap dan perilaku yang baik yang ditunjukkan melalui keteladanan tadi dengan berulang-ulang.
  3. Tidak jarang orang tua yang bisa memberikan teladan yang baik kepada anaknya, namun tidak diikuti anak. Karena anak memiliki persepsi yang berbeda dengan orang tuanya, sehingga orang tua dalam konteks ini boleh memberikan nasehat untuk menyamakan persepsi dengan anak.
  4. Pada prinsipnya semua manusia tidak nyaman jika dalam setiap aktivitasnya diawasi orang lain. Namun pengawasan ini menjadi penting dalam hal tertentu jika anak memang harus diawasi. Yang paling penting adalah orang tua paham bagaimana melakukan pengawasan kepada anak yang tidak mengakibatkan anak merasa diawasi.
  5. Hukuman bukan sesuatu yang secara mutlak dilarang. Dalam hal tertentu hukuman boleh dilakukan. Namun yang paling penting adalah hukuman bukan jalan pertama, melainkan jalan terakhir jika orang tua memang perlu memberikan hukuman. Hukuman yang dimaksud adalah hukuman yang wajar yang masih dalam batas-batas toleransi pendidikan tidak melukai dan mengakibatkan dendam anak terhadap orang tuanya.

Lima tahapan pendidikan tersebut seringkali dilakukan dengan cara yang terbaik. Tidak sedikit orang tua yang mengutamakan hukum terlebih dahulu daripada contoh baik sebagai keteladanan. Sehingga anak bukan menjadi baik tapi justru berbalik, anak merasa dendam terhadap orang. Yang perlu disadari di sini adalah mungkin anak memiliki referensi yang bisa jadi belum dimiliki oleh orang tua. Sehingga komunikasi yang baik antara orang tua dan anak menjadi penting dalam proses pendidikan karakter.

Atas dasar itu orang tua yang bijaksana akan mengajak anak sejak dini untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Saat itulah pendidikan karakter diberikan. Mengenal anak akan perbedaan di selilingnya dan diliatkan dalam tanggung jawab hidup sehari-hari, merupakan sarana anak untuk belajar menghargai perbedaan di sekelilingnya dan mengembangkan karakter di tengah berkembangnya masyarakat. Pada tahap ini orang tua dapat mengajarkan niali-nilai universal seperti cara menghargai orang lain, berbuat adil pada diri sendiri dan orang lain, bersedia memanfaatkan orang lain.

Orang tua adalah contoh keteladanan dan perilaku bagi anak. Oleh karena itu orang tua harus berperilaku baik, saling asih, asah dan asuh. Ibu yang secara emosional dan kejiwaan lebih dekat dengan anaknya harus mampu menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya baik dalam bertutur kata, bersikap maupun bertindak. Peran ibu dalam pembentukan karakter ini demikian besar, sehingga ada pepatah yang mengatakan bahwa “Wanita adalah tiang negara. Manakala wanitanya baik maka baiklah negara. Manakala wanitanya rusak, maka rusaklah negara”.

Sementara itu sang bapak sebagai kepala keluarga juga harus mampu menajdi teladan yang baik. Karena ayah yang terlibat hubungan dengan anaknya sejak awal akan mempengaruhi perkembangan kognitif, motorik, kemampuan, menolong diri sendiri, bahkan meningkatkan kemampuan yang lebih baik dari anak lain. Kedekatan dengan ayah tentunya juga akan mempengaruhi pembentukan karakter anak.

Begitu besarnya peran orang tua dalam pembentukan karakter dan tumbuh kembang anak, sudah sewajarnya apabila orang tua perlu menerapkan pola asuh yang seimbang (authoritative) pada anak, bukan pola asuh yang otoriter atau serba membolehkan (permissive).

Pola asuh yang seimbang (authoritative) akan selalu menghargai individualitas akan tetapi juga menekankan perlunya aturan dan pengaturan. Mereka dangat percaya diri dalam melakukan pengasuhan tetapi meraka sepenuhnya mengahrgai keputusan yang diambil anak, minat dan pendapat serta perbedaan kepribadiannya. Orang tua dengan pola asuh model ini, penuh dengan cinta kasih, mudah merinci tetapi menuntut tingkah laku yang baik. Tegas dalam menjaga aturan bersedia memberi hukuman ringan tetapi dalam situasi hangat dan hubungan saling mendukung. Mereka menjelaskan semua tindakan dan hukuman yang mereka lakukan dan minta pendapat anak.

Di mata anak, orang tua (ayah ibu) adalah figur atau contoh yang akan selalu ditiru oleh anak-anaknya. Oleh sebab itu, ayah ibu harus mampu memberi contoh yang baik pada anak-anaknya, memberi pengasuhan yang benar serta mencukupi kebutuhan-kebutuhannya dalam batasan yang wajar.

Dengan memainkan peranan yang benar dalam mendidik dan mengasuh anak, anak akan tumbuh dan berkembang secara optimal. Dan yang tidak kalah pentingnya, anak akan tumbuh menjadi anak yang berkarakter tidak mudah larut oleh budaya buruk dari luar serta menjadi anak yang berkepribadian baik sebagai aset generasi penerus bangsa di masa depan.

Anak dari orang tua yang demikian akan merasa tenang dan nyaman. Mereka akan menajdi paham kalau mereka disayangi tetapi sekaligus mengerti terhadap apa yang diharapkan dari orang tua. Jadi anak sejak pra sekolah akan menunjukkan sikap lebih mandiri, mampu mengontrol dirinya, biasa bersikap tegas dan suka eksplorasi. Kondisi yeng demikian itu tidak akan didapatkan anak bila orang tuanya menerapkan pola asuh otoriter atau permisif. Karena anak-anak di bawah asuhan otoriter akan menjadi pendiam, Penakut dan tidak percaya pada diri mereka sendiri. Sementara anak-anak yang diasuh dengan model permisif akan menajdi anak yang tidak mengenal aturan dan norma serta idak memiliki rasa tanggung jawab[.]


*Penulis Mahasiswa S3 PPI UMY

Comment

Your email address will not be published

There are no comments here yet
Be the first to comment here