News

News

MediaMU.COM

Mar 29, 2024
Otomatis
Mode Gelap
Mode Terang
Breaking
Cahyono Beberkan Dua Kunci Masjid yang Makmur, Apa Saja? Back to Masjid, Lazismu RS PKU Yogya - Gamping Tasyarufkan 35 Juta kepada Masjid se-DIY Haedar Nashir: Tauhid Tak Hanya Hubungan dengan Tuhan, Tapi Juga Manusia Di Pengajian Ramadhan PWM DIY, Busyro Muqoddas Telisik Peran Kebangsaan Muhammadiyah Pesantren Ramadhan Upaya Meningkatkan Iman Dan Taqwa Serta Pendidikan Berkualitas Ramadhan untuk Semua, Lazismu Pakem Berbagi Takjil dengan Anak-Anak Panti Asuhan Ramadhan Bulan Kaderisasi, PCPM Gamping Ajak Muda-mudi Bukber dan Silaturahmi Dalam Pengajian Ramadhan PWM DIY, HM Riduwan Uraikan Cara Bangkitkan Ekonomi Jamaah   Dukung Dakwah Persyarikatan, 3 BUMM Serahkan Dana Dakwah ke PWM DIY "Maos Quran Sesarengan" ala AMM Sewon Selatan Meriahkan Bulan Ramadhan Syafiq Mughni Paparkan Enam Prinsip Dakwah Muhammadiyah Tri Hastuti: Gerakan Praksis 'Aisyiyah, Wujud Keberpihakan Pada Kelompok Marginal Hamim Ilyas: Misi Islam Rahmatan Lil Alamin Harus Diemban Umat Ahmad Ghojali:  Mencetak Kader Tak Hanya Lewat AUM, Tapi Juga Keluarga Dalam Penanganan Banjir Demak, MDMC Fokus Evakuasi dan Bantu Dapur Umum Wujudkan Keteladanan Pimpinan, Lazismu DIY Luncurkan Program Infaq Teladan Berdirinya 'Aisyiyah: Organisasi dan Habitus Baru di Indonesia Tingkatkan Kualitas Layanan, MPKS Adakan Bimtek Sertifikasi Penyelenggara Kesejahteraan Sosial MDMC Dipercaya Danone untuk Salurkan Dana Bantuan Bagi Korban Banjir di Jawa Tengah Pengajian Ramadan 1445H Pimpinan Pusat 'Aisyiyah Perkuat Perjalanan Dakwah Kemanusiaan

Ekonomi Pancasila di Tengah Pandemi COVID-19

YOGYAKARTA — Sistem ekonomi Pancasila pertama kali disebutkan dalam salah satu artikel karangan Dr Emil Salim pada tahun 1967. Yang kemudian pada tahun 1979 beliau menjelaskan bahwa ekonomi Pancasila dapat dipahami sebagai sistem ekonomi pasar dengan kendali pemerintah.

Istilah itu juga memiliki beberapa nama lain, seperti ekonomi pasar terkendali, sistem ekonomi campuran, dan sistem ekonomi jalan ketiga.

 “Sebenarnya, sistem ekonomi ini sudah ada sejak zaman neo-klasik,” tandas M. Afnan Hadikusumo, yang menambahkan sistem ini dibangun menggunakan paham liberal dengan menjunjung nilai individualisme dan kebebasan pasar yang ditambah dengan nilai-nilai Pancasila.

Menurut Afnan, ekonomi Pancasila sebenarnya dibentuk untuk mengubah perekonomian kolonial menjadi nasional.

Anggota DPD RI, M Afnan Hadikusumo, dalam acara Sosialisasi Pancasila, UUD 45, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika yang diselenggarakan MPR bekerjasama dengan Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kulonprogo di SMK Muhammadiyah 3 Wates, Sabtu (27/6/2020), mengatakan, implementasi ekonomi Pancasila dalam berusaha bagi warga negara berupa pengelolaan sistem keuangan yang baik. “Dengan berlandaskan nilai agama atau ketuhanan Yang Maha Esa,” paparnya.

Selain itu, lanjut Afnan, memberikan gaji dan fasilitas karyawan sesuai dengan nilai kemanusiaan yang adil dan beradab.

“Juga menghasilkan produk usaha terbaik, tidak bertentangan dengan nilai dan norma masyarakat sehingga dapat menjaga persatuan bangsa,” kata Afnan di depan Drs Mawardi (Ketua Majelis Dikdasmen PDM Kulonprogo) dan Nanang Wahyudi selaku moderator.

Tak kalah pentingnya, mengedepankan permusyawaratan dalam perusahaan untuk memutuskan segala masalah menyangkut adanya proses distribusi yang baik dan produk yang bisa dimanfaatkan banyak pihak sehingga berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Menyinggung tentang sikap anggota DPD RI terhadap usulan RUU HIP, Afnan mengatakan bahwa mayoritas anggota DPD RI menolak usulan RUU HIP tersebut. “Dengan alasan RUU HIP tersebut masih belum memenuhi asas-asas penyusunan suatu undang-undang,” jelas Afnan.

Dari aspek filosofis, terang Afnan, Pancasila merupakan staats fundamental norm atau pokok-pokok kaedah fundamental negara sebagai kaidah fundamental negara diaktualisasikan dalam pasal-pasal dan ayat UUD tahun 1945. “Sehingga disebut berfungsi sebagai dasar negara,” katanya.

Selain itu, Pancasila memiliki fungsi sebagai pandangan hidup, sebagai dasar negara, dan sebagai ideologi nasional. “Atas dasar itulah, maka tidak diperlukan lagi perumusan nilai-nilai Pancasila dengan membentuk UU HIP,” katanya.

Dari aspek sosiologis, dijelaskan Afnan, penyusunan RUU HIP menimbulkan misleading dari rumusan norma hukum, antara HIP menjadi pedoman dan iptek menjadi landasan.

Bahkan, rumusan HIP juga tidak jelas. Terutama dalam memberikan peran kepada Presiden sebagai implementor pembinaan HIP.

“Jika Presiden ditempatkan sebagai sebuah lembaga dan bukan sebagai kepala negara atau kepala pemerintahan, maka harus diperhitungkan persinggungan politik egosentrisme,” ungkap Afnan.

Bagi Afnan, RUU inipun tidak dapat diimplementasikan. Jika RUU ini diundangkan akan dapat menemui kendala dalam implementasinya. Kenapa? Pertama, politik hukum menempatkan RUU ini menjadi UU payung atau UU pokok. Kedua, dalam RUU itu disebutkan bahwa bagi penyelenggara negara dalam menyusun, merencanakan dan menetapkan kebijakan pembangunan nasional harus merujuk pada UU HIP ini atau istilahnya UU payung.

“Sayangnya, dalam konstruksi hukum di Indonesia tidak dikenal dengan undang-undang payung atau undang-undang satu lebih tinggi dari undang-undang yang lainnya,” jelas Afnan.

Atas dasar itulah, maka dapat dikatakan UU HIP akan sulit untuk diimplementasikan.

Ini belum masuk pada aspek yuridis, di mana banyak sekali aturan-aturan hukum yang nantinya akan bertabrakan satu dengan lainnya jika RUU ini diundangkan.

Hadir dan memberikan presentasi pada acara tersebut, Drs. Mawardi (Ketua Majelis Dikdasmen PD Muhammadiyah Kulonprogo), serta dimoderatori Nanang Wahyudi. (Affan)

Comment

Your email address will not be published

There are no comments here yet
Be the first to comment here