Opini

Opini

Opini

Apr 19, 2024
Otomatis
Mode Gelap
Mode Terang

Inilah Sikap Terbaik Muslim dalam Hidup

Oleh: Andi Suseno*

Hidup di dunia sepenuhnya adalah ujian dari Allah SWT. Demikian Allah SWT berfirman di dalam surat al-Ambiya’ 21:35

“Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.”

Imam Ibnu Katsir dalam Tafsirnya menjelaskan bahwa makna dari ayat di atas adalah bahwa Allah SWT terkadang menguji manusia dengan sesuatu yang buruk (Asy-Syarru), terkadang juga dengan  kebaikan (Al Khairu) dan semuanya kembali kepada Allah. Artinya bahwa yang buruk terjadi atas kehendak dari Allah SWT dan yang baikpun tidak akan pernah terjadi kecuali jika Allah menghendaki. Demikian karena hidup di dunia ini sepenuhnya adalah ujian dari Allah SWT. Dalam surat al-Baqarah : 155 juga disebutkan :

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.”

Dari ayat di atas dapat difahami bahwa ujian dan cobaan adalah sebuah keniscayaan yang pasti dialami oleh manusia. Tidak ada yang dapat mengelak dari ujian Allah. Jika ada orang yang tampak bahagia dengan berlimpahnya harta, ketahuilah bisa jadi ujian Allah bisa datang dari sisi yang lain mungkin anaknya bermasalah, mungkin orang tua yang sakit-sakitan, mungkin tetangga yang kurang baik dan seterusnya. Diujung ayat Allah berfirman: kabarkanlah berita gembira kepada orang yang sabar. Artinya bahwa sabar adalah sikap terbaik seorang mukmin dalam menghadapi setiap ujian, yang tidak akan dia dapatkan kecuali dengan melaksanakan shalat dengan sebaik-baiknya sesuai yang Rasulullah SAW contohkan sebagaimana firman Allah SWT. pada ayat sebelumnya

“ Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (al-Baqarah : 153).”

Pada  surat at-Taghabun ayat 15 Allah SWT. berfirman: 

“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.”

Harta, anak, tahta, dan semua kesenangan duniawi adalah ujian dari Allah SWT. Apakah manusia mansyukuri segala nikmat yang telah Allah berikan atau tidak. Segala nikmat yang Allah berikan adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawabanya di hadapan Allah SWT kelak di akhirat. Banyak orang mengira bahwa segala nikmat yang Allah berikan adalah karena ketaatanya, karena Allah memuliakannya. Benarkah demikian? jawabanya adalah belum tentu. Karena dengan atau tanpa ketaatan manusia, sifat Allah tetap ‘Ar-Rahman artinya maha pengasih, Allah memberi siapapun yang dikehendaki. Muslim atau kafir tetap Allah kasihi. Sebaliknya ada sebagian orang mengira ketika Allah uji dengan masalah, kekurangan harta, dia mengira bahwa Allah menghinakannya. Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Fajr, ayat 15-16 yang demikian itu adalah tidak benar. Allah uji hambanya yang taat juga yang tidak taat. Kemuliaan seseorang tidaklah diukur dari seberapa banyak harta yang ia miliki, seberapa tinggi jabatan yang ia duduki, seberapa banyak masalah yang  ia hadapi. Miskin di dunia bukanlah ukuran dia juga miskin di hadapan Allah. Kemuliaan manusia di hadapan Allah berdasarkan tingkat ketakwaanya :

“Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu.”(Al-Hujurat: 13).

Nabi Muhammad saw. mengajarkan kepada kita umat Islam bagaimana menjalani kehidupan ini yang hakikatnya adalah ujian. Rasulullah saw. bersabda:

Dari Shuhaib berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda: “perkara orang mu`min mengagumkan, sesungguhnya semua perihalnya baik dan itu tidak dimiliki seorang pun selain orang mu`min, bila tertimpa kesenangan, ia bersyukur dan syukur itu baik baginya dan bila tertimpa musibah, ia bersabar dan sabar itu baik baginya.”(muslim: 5318)

Jika melihat teks hadis di atas, maka bagaimanapun kehidupan seorang muslim, nikmat atau musibah. Sikap terbaik adalah dengan syukur dan sabar. Syukur atas nikmat Allah, meskipun di sisi yang lain dia juga harus bersabar karena nikmat juga merupakan ujian. Sasbar atas musibah yang menimpa, karena dengan musibah tersebut sesungguhnya Allah ingin agar ia mendekat dan berdoa, memohon bantuan kepada Allah. Nikmatnya sebuah ibadah bukanlah diukur dari seberapa cepat Allah mengabulkan doa, seberapa banyak nikmat yang Allah berikan, akan tetapi nikmatnya sebuah ibadah adalah seberapa lama dan istiqomah ibadah itu sendiri bisa dijalankan.

Puncak kesyukuran adalah ketika nikmat yang Allah berikan, digunakan untuk berjihad di jalan Allah. Dengan sebenar-benarnya jihad. Bagi seorang guru jihadnya adalah dengan mengajar murid-murid dengan sebaik-baik pengajaran. Bagi seorang murid/mahasiswa jihadnya adalah belajar dengan sungguh-sungguh, mengerahkan seluruh tenaganya. Dan menyadari betul bahwa jalan yang ia tempuh adalah jalan jihad, jalan perjuangan. Bagi orang tua jihadnya adalah mencukupi seluruh kebutuhan keluarganya dengan mengerahkan seluruh tenaganya.  []


*Penulis adalah dosen AIK Universitas Ahmad Dahlan

Comment

Your email address will not be published

There are no comments here yet
Be the first to comment here