Islam

Islam

MediaMU.COM

Apr 20, 2024
Otomatis
Mode Gelap
Mode Terang

Tirai Pemikiran 5: Tasawuf

Oleh: Robby H. Abror *)

Tasawuf (tashawwuf) secara etimologis berasal dari kata tashawwafa-yatashawwafu-tashawwufan, yang berarti proses pemurnian seringkali diidentikkan dengan makna kesucian (tashfiyah) masdar dari shafa. Tasawuf adalah ilmu sekaligus jalan spiritual bagi para sufi dan para perindu al-Haqq untuk melakukan pemurnian dan penyucian jiwa mereka dalam rangka menepis nafsu yang buruk (al-nafs al-ammarah bi al-su’). Mereka berusaha keras untuk menaklukkan potensi buruk (fujur) dan mengoptimalkan potensi yang baik (taqwa). Allah swt berfirman, dan jiwa serta penyempurnaan (ciptaannya). Maka Allah ilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang menyucikan jiwanya. Dan telah merugi (gagal) orang-orang yang mengotorinya (QS al-Syams: 7-10).

Istilah tasawuf juga memiliki beberapa pengertian. Ada yang menyebutnya berasal dari kata shafwah yaitu orang pilihan atau orang yang suci. Ada yang berpendapat dari kata shaff, karena mereka berlomba dalam ketaatan dengan berdiri di barisan pertama. Ada yang menyebutnya berasal dari kata shuf atau shufah, yang berarti kain dari bulu karena kepasrahan pada al-Haqq seperti dibentangkannya kain wol. Ada yang menisbatkan pada kain wol yang kasar (shuf khasyin) disebabkan kehidupan mereka yang keras, hidup sederhana dan zuhud. Ada yang mengartikan sebagai sifat (shifah) karena mereka selalu berusaha menghiasi diri dengan sifat yang terpuji dan akhlak yang mulia. Ada pula yang mengartikan bersih atau suci (shafa’) sebab mereka selalu membersihkan dan menyucikan diri dari kotoran-kotoran dunia. Ada yang menyinonimkan dengan sophia (shuffiyah), yakni kebijaksanaan. Ada pula yang berpendapat sebagai ahl al-suffah, yaitu mereka yang ikut hijrah bersama Nabi Muhammad saw dari Mekkah ke Madinah, berdiam diri di masjid, tidur dengan meletakkan pelana (suffah) sebagai bantalnya.

Kajian tasawuf atau sufisme (mistisisme Islam) sebagaimana ilmu lainnya telah lama dikenal dalam sejarah. Surutnya rasa ingin tahu orang terhadapnya bukan tanpa sebab. Dominasi ilmu fiqih dan kajian ilmu Islam lainnya cukup kuat sehingga baik tasawuf maupun filsafat mengalami peminggiran dan penyingkiran yang telak. Bukan hanya tidak dapat mempelajarinya bahkan sekadar mengenalnya akan menerima tuduhan dan serangan yang sangat emosional dan tidak berdasar. Dalam tasawuf terdapat berbagai praktik spiritual seperti zuhud, asketisme, cinta (mahabbah), dan terbitlah berbagai istilah seperti kesatuan (ittihad) yang dikenalkan oleh Abu Yazid al-Busthami, inkarnasi (al-hulul) yang dikembangkan al-Hallaj dan wahdatul wujud Ibnu ‘Arabi.

Tasawuf tidak lain representasi dari ihsan, seperti sabda Nabi Muhammad saw, “engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Kalau engkau tak dapat melihat-Nya, yakinlah bahwa sesungguhnya Allah melihatmu.” Tasawuf mengenalkan aspek spiritual dan rohani, menekankan pemahaman akan pentingnya kehidupan akhirat, serta pemahaman batiniah. Kerinduan para sufi pada Tuhan yang bersifat spiritual mendorong mereka untuk menjalani kehidupan yang serba spiritual agar dapat dekat dengan realitas sejati, wujud mutlak, Tuhan sebagai alpha dan omega, kepada-Nyalah mereka ingin pulang selamanya.

Para sufi merasa terasing dalam kehidupan dunia yang fana, tidak kekal ini, sebab mereka menyadari bahwa alam ruhani lebih nyata daripada jasmani dan dunia ini. Mereka merindukan Kebenaran hakiki (al-Haqq) dalam pencarian mistik. Dalam usaha itu, mereka menyucikan jiwa mereka dari kotoran jasmani agar dapat melakukan perjalanan spiritual menuju akhir perjalanan hidup ini yaitu Allah swt.

Para sufi menjalani suluk itu dengan ubudiyah, penghambaan sepenuhnya kepada Allah. Mereka melakukan zikir, uzlah, bersendiri dengan-Nya (tahannuts) di tengah malam (qiyam al-lail), bermunajat, melakukan latihan-latihan jiwa (riyadhah), puasa, dan lain-lain. Para sufi dan wali Allah mencintai Tuhan sebagai jalan makrifat. Iman, makrifat dan zikir menentukan kualitas ibadah dan meraih keindahan dalam ketaatan. Allah menjadikan kalian cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hati kalian (QS al-Hujurat: 7).

Dalam ‘Ilmu al-Auliya’ Al-Hakim al-Tirmidzi mengingatkan,

Sesungguhnya hati yang tertutupi oleh dosa-dosa seperti cermin yang tertutupi oleh karat dan bintik-biktik hitam. Apabila kamu memikirkan sesuatu dari urusan akhirat, kamu tidak akan melihat apa yang sedang kamu pikirkan itu pada hati yang kotor. Jika kamu membersihkan hatimu dengan meninggalkan dosa-dosa, hatimu menjadi seperti cermin yang bening. Apabila kamu memikirkan dosa-dosa yang telah kamu lakukan, maka dosa-dosa itu tergambar jelas dalam hati yang bersih sehingga kamu merasa sangat sedih, menyesal, dan merasa menanggung beban yang sangat berat.


*) Ketua MPI PWM DIY, Wakil Dekan Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga.

Comment

Your email address will not be published

There are no comments here yet
Be the first to comment here